Di sebuah metro mini (640). pertemuan ke dua.
“Kau mirip seseorang,” katanya pelan sekali.
“Aku?” Aku yang sejak tadi sibuk menari-narikan jari di keypad hp qwerty-ku.
“Ya.”
“Siapa?”
“Seseorang.”
“Mungkin kebetulan.”
“Kau percaya kebetulan?”
Diam.
“Satu detik pun pertemuan tak ada unsur kebetulan. Sudah ada yang menuliskan. Walau hanya bertemu sebentar dengan asap kenalpot kendaraan.”
“Oh ya?”
“Mirip sekali, tapi berbeda.”
“Apanya?”
“Sesuatunya.”
“Aduh aku pusing.”
“Ahaha… besok ketemu lagi ya. Aku takkan menaiki metromini yang tidak ada kamu-nya.”
“Eh? untuk apa?”
“Aku akan memberitahumu, tidak ada yang namanya kebetulan.”
“Benhil Benhil…!” teriak kenek metromini sambil mengetuk-ngetukkan uang logam di kaca.
“Ah, aku harus turun di sini. Aku duluan.” aku buru-buru berdiri.
“Ya aku tahu. Sudah lama aku mengenalmu.”
Aku menoleh sebentar, “apa?”
“Sampai besok,” katanya tanpa sadar membuat janji sendirian. Baca lebih lanjut