“Rindu untukmu sudah kutitipkan sebagian pada pohon-pohon Bungur yang bunganya meng-ungu di sepanjang jalan tadi. Tapi masih saja menumpuk.”
Lalu gerimis kemarin mengacak-acak perasaanmu. Pagi ini pun gerimis. Ah, semoga saja tidak mengacak-acak perasaan (kita) lagi.
Dibawah rintiknya bunga-bunga Bungur yang menghangat merah muda-ungu, tapi dia menggigil, kedinginan, setengah mati, menahan rindu di pojok gerimis.
Langit mendung menertawakannya yang memang sudah tampak bodoh sejak kemarin, bermain gerimis di bawah gugurnya bunga Bungur yang meng-ungu di sepanjang jalan itu.
Lagi-lagi rindu hanya bisa disimpan. Di simpan!
Apa dia sedang ‘menunggu buah Bungur’?